Sabtu, 20 September 2008

Sejarah Pesantren dan Radikalisme Islam

Pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad, Nurcholis Madjid dalam buku beliau yang berjudul Bilik-Bilik Pesantren (Paramadina-Jakarta, 1997) menyebutkan, bahwa pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama.

Banyak dari kita yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kyainya, atau disisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitupula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik dan keagamaan.

Dalam sejarahnya, misalnya Pesantren Giri di Gresik bersama institusi sejenis di Samudra Pasai telah menjadi pusat penyebaran keislaman dan peradaban ke berbagai wilayah Nusantara. Pesantren Ampel Denta menjadi tempat para wali –yangmana kemudian dikenal dengan sebutan wali songo atau sembilan wali-menempa diri. Dari pesantren Giri, santri asal Minang, Datuk ri Bandang, membawa peradaban Islam ke Makassar dan Indonesia bagian Timur lainnya. Makassar lalu melahirkan Syekh Yusuf, ulama besar dan tokoh pergerakan bangsa. Mulai dari Makassar, Banten, Srilanka hingga Afrika Selatan.

Di awal Abad 19, Kiai Besari dari Pesantren Tegalrejo-Ponorogo mengambil peran besar. Pesantren ini menempa banyak tokoh besar seperti Pujangga Ronggowarsito. Pada akhir abad itu, posisi serupa diperankan oleh Kiai Kholil, Bangkalan-Madura. Dialah yang mendorong dan merestui KH Hasyim Asy'ari atau Hadratus Syeikh , santrinya dari pesantren Tebu Ireng - Jombang, untuk membentuk Nahdlatul Ulama (NU). NU pun menjadi organisasi massa Islam terbesar dan paling berakar di Indonesia.

Di jalur yang sedikit berbeda, rekan seperguruan Hadratus Syeikh di Makkah, KH Ahmad Dahlan pun mengambil peran yang kemudian mempengaruhi kelahiran "pesantren moderen" seperti Pondok Gontor - Ponorogo. Alur 'moderen' ini juga ditempuh A. Hasan dari Persis-Bangil, juga Persatuan Umat Islam di Jawa Barat, serta kalangan surau di Minang yang melahirkan Buya Hamka.

Setelah Indonesia merdeka, pesantren banyak menyumbangkan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Indonesia, sebut saja Mukti Ali yang dahulu pernah menjabat sebagai Menteri Agama, M Natsir dan yang lebih terpenting lagi, dengan terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presidan Indonesia yang keempat, adalah juga mewakili tokoh yang muncul dari kalangan pesantren.

Ketahanan yang ditampilkan pesantren dalam menghadapi laju perkembangan zaman, menunjukkan sebagai suatu lembaga pendidikan, pesantren mampu berdialog dengan zamannya, yang pada gilirannya hal tersebut mampu menumbuhkan harapan bagi masyarakat pada umumnya, bahwa pesantren dapat dijadikan sebagai lembaga pendidikan alternatif pada saat ini dan masa depan.

Dalam kaitannya dengan issue terorisme di kalangan pesantren, persoalan yang kemudian mengemuka adalah, Pertama, mampukah dunia pesantren dapat membumikan harapan-harapan tersebut dengan serangkaian upaya dan langkah, kemudian juga, seperti yang dikatakan oleh Lily Zakiyah Munir, direktur Center for Pesantren and Democracy Studies (Cepdes), Kamis (1/12/05) lalu, dalam wawancaranya tentang Pesantren dan Terorisme, beliau menyinggung, Kedua, seberapa murnikah pendidikan pesantren tersebut mampu mempertahannya nilai-nilai (values system) yang diterapkan di pesantren itu sendiri, yaitu termasuk didalamnya antara lain; pertama, prinsip tawâsuth yang berarti tidak memihak atau moderasi. Kedua, tawâzun, atau menjaga keseimbangan dan harmoni. Ketiga, tasâmuh, atau toleransi. Keempat adl atau sikap adil; dan kelima tasyâwur atau prinsip musyawarah, dan pancasila pesantren inilah nantinya menjadi bekal bagi para santrin dalam proses bersosialisasi dimasyarakat. Ketiga, benarkah pesantren sebagai tempat perkecambahan (breeding ground) radikalisme Indonesia.

Sejarah Radikalisme Islam

Dalam artikel yang pernah diturunkan di Koran Tempo Minggu (15/12/02) Dr. Azyumardi Azra memaparkan bahwa dalam konteks sebenarnya, radikalisme agama muncul di Indonesia pada masa pasca kemerdekaan, ditandai dengan munculnya gerakan DI/TII, sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama, justifikasi agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan ini muncul kembali pada masa pemerintahan Soeharto, hanya saja bedanya, gerakan radikalisme di era Soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui intelijen melalui Ali Moertopo dengan Opsusnya, ada pula Bakin yang merekayasa bekas anggota DI/TII, sebagian direkrut kemudian disuruh melakukan berbagai aksi seperti Komando Jihad, dalam rangka mendiskreditkan Islam. Setelah itu sejak jatuhnya Soeharto, ada era demokratisasi dan masa-masa kebebasan, sehingga secara tidak langsung memfasilitasi beberapa kelompok radikal ini untuk muncul lebih visible, lebih militan dan lebih vokal, ditambah lagi dengan liputan media, khususnya media elektronik, sehingga pada akhirnya gerakan ini lebih visible.

Dengan bergulirnya era reformasi, yang artinya kebebasan berekpresi dan berpendapat, dari sini banyak digunakan orang-orang yang berafiliasi garis keras untuk lebih terbuka dan secara terang-terangan memperlebar gerakannya, paling tidak untuk menyampaikan misi dan visi gerakan mereka, yang tentunya agenda politik jelas ada didalamnya, hanya saja agenda ini diramu sedemikian rupa sehingga ada justifikasi agama didalamnya, disisi lain, jikalau menilik pergerakan Muhammadiah dan NU, mungkin bisa dikatakan pergerakan ini kurang dapat mengakomodasi pola-pola kelompok radikal ini, karena kelompok garis keras ini beranggapan bahwa cara berpolitik dengan kekerasan lebih efektif, kalau harus dengan pola pendidikan dinilai terlalu lambat, wajar jika mereka lebih memilih jalan ini, atau boleh jadi radikalisme muncul karena cermin kefrustasian dengan situasi yang ada dan tidak percaya dengan jalan damai yang sedang diupayakan. Sementara itu organisasi seperti Muhammadiyah dan NU dinilai kelompok ini terlalu lambat dan moderat serta bersifat kompromistis dengan sistem yang ada, atau dengan kata lain, organisasi besar ini dianggap tidak serius mengakomodasi kepentingan dan pandangan mereka. Maka tidak mengherankan jika kelompok ini memiliki agenda tersendiri yang lain dari organisasi Islam yang ada pada umumnya.

Adakah Radikalisme di Pesantren?

Adalah sebuah keniscayaan, bahwa mungkin pesantren dapat dijadikan tempat perkecambahan, breeding ground of radicalism, disatu sisi, hal tersebut tentunya merujuk dengan pancasila pesantren yang telah dibahas sebelumnya, karena bagaimanapun pola kepemimpinan pesantren tentunya tidak bisa disamakan, ada pesantren dengan kepemimpinan independen, dalam artian pimpinan pesantren tidak tergantung oleh aspek manapun dan tidak terkooptasi oleh kepentingan atau agenda politik tertentu, secara pendek kata, pesantren yang mampu mempertahankan nilai-nilai pancasila pesantren. Kemudian disisi lain, pesantren yang tidak mampu mempertahankan pancasila-nya tadi, bisa jadi akan terjebak dalam permainan politik global. Dengan begitu, mereka tanpa sadar dapat saja berada dalam jaringan yang punya agenda tertentu, tidak lagi seperti yang dimaui pesantren itu secara “konvensional”.
Itu berarti, jika sebuah pesantren mengalami disorientasi, itu bisa dapat dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor internal ditandai dengan merosotnya nilai-nilai murni yang selama ini dipertahankan oleh pesantren itu sendiri, sementara faktor eksternal seperti pengaruh jaringan global, yang mana kedua faktor ini saling berkaitan.

Meskipun pada kenyataannya ada pesantren yang dicurigai terlibat dalam gerakan terorisme global, tapi bukan berarti dengan demikian kita mediskreditkan seluruh pesantren, terlebih lagi setelah maraknya perdebatan dalam masyarakat tentang ‘wacana’ pengambilan sidik jari para santri pesantren. Meskipun Kapolri, Jenderal Sutanto pada waktu itu terus membantah rencana tersebut, tapi tentu saja ide tersebut sangat tidak proporsional dan juga kontraproduktif bagi upaya pemberantasan terorisme, seperti yang dipaparkan oleh Dr. Azyumardi Azra pada Tempo, Kamis (22/12/05). Lebih-lebih lagi, ide pemgambilan sidik jari dari para santri pesantren menunjukkan ketidakpahaman tentang tradisi pesantren, juga ketidakpahaman tentang sosiologi terorisme, apalagi hanya merujuk pada adanya beberapa institusi pesantren yang secara nyata terlibat aksi terorisme, lalu kemudian menyamaratakan penyelidikan keseluruh pesantren yang ada di Indonesia.

Ditambah lagi semenjak tragedi 11 September, Amerika yang secara gencarnya memerangi terorisme, dengan slogan ‘are you with us or with them-terrorist-‘, terlebih-lebih lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam, seperti madrasah dan belakangan juga pesantren dianggap kalangan Barat tertentu sebagai the breeding ground, tempat perkecambahan radikalisme. Meninjau anggapan miring terhadap pesantren, selayaknya jika itu dalam konteks madrasah-madrasah tradisional seperti yang didapati di Afghanistan, mungkin bisa dikatakan ada benarnya. Karena pada kenyataannya madrasah di Afgahanistan dan juga Pakistan pada umumnya memang beroperasi secara independen, diluar silabus pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah setempat.

Dalam konteks Indonesia, tentunya tidak dengan semudah itu mengganggap pesantren sebagai tempat perkecambahan radikalisme, terlebih lagi, pesantren di Indonesia, pada sejarahnya, umumnya didirikan oleh kaum Muslim modernis untuk merespon ekspansi sekolah-sekolah model Belanda. Kemudian berlanjut pada masa pembaharuan kurikulum pendidikan Islam sekitar tahun 1920-an, yang mana momentum pembaharuan ini berlanjut sekitar tahun 1970-an ketika Menteri Agama Mukti Ali memasukkan sekitar 70 persen mata pelajaran umum kedalam kurikulum madrasah. Sehingga berkat pembaharuan ini, puncaknya dengan pengakuan tentang ekuivalensi pendidikan madrasah dengan sekolah umum seperti ditegaskan UU Sisdiknas 1989, dan menginjak tahun 2000 lalu, bahkan beberapa pesantren di Indonesia mendapatkan status ekuivalensi dengan sekolah umum.

Sejak fase pembaharuan inilah, pesantren kemudian menjadi semacam ‘the holding institution’ yaitu lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup pendidikan agama, tetapi lebih dari itu, didalamnya juga mencakup pendidikan umum. Bahkan pesantren juga menjadi pusat pengembangan masyarakat dalam berbagai bidang, meliputi ekonomi rakyat, seperti koperasi dan usaha kecil, tekhnologi tepat guna, kesehatan masyarakat sampai pada konservasi lingkungan. Maka tidak mengherankan kemudian muncul istilah urban boarding school, yaitu, pesantren yang muncul diwilayah perkotaan, yang tadinya umumnya dipedesaan.

Berbagai pembaharuan dan perkembangan itulah yang membuat pesantren mampu bertahan ditengah begitu banyak perubahan yang cepat dan berdampak luas, dan diakui atau tidak, pesantren tetap menjadi harapan bagi masyarakat luas sebagai pendidikan alternatif yang didalamnya tidak hanya mencakup pendidikan umum, akan tetapi juga pendidikan kemasyarakan yang kelak akan berguna bagi santri-santrinya di kemudian lagi. Dari pembaharuan itu pula, kita dapat melihat pada saat ini alumni-alumni pesantren telah mampu berkompetisi dan sukses melanjutkan pendidikan di mancanegara, tidak hanya diwilayah Timur Tengah, akan tetapi juga di negara-negara Barat.

Memandang wacana pesantren, maka sepatutnyalah para pemimpin negeri ini dan juga masyarakat luas memberikan apresiasi yang selayaknya diterima pesantren, adanya segelintir kasus yang melibatkan beberapa alumni pesantren dalam aksi terorisme, semestinya tidak kemudian menutupi kenyataan hal itu lebih terkait dengan interaksi mereka dengan orang-orang yang memiliki ideologi kekerasan seperti Dr. Azahari dan Noordin M top. Dan selayaknya kita jangan kemudian bersikap ‘karena setitik nila, kemudian rusak susu sebelanga’ , sehingga sudah semestinya diperlukan adanya kearifan dalam memandang pesantren dan para santrinya.
Seperti juga halnya yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU KH.
Hasyim Muzadi, seusai acara Halalbihalal dan Orientasi Kebangsaan PWNU dan PCNU se-Jateng di kantor PWNU jateng, beliau mengemukakan, bila dalam penelitian tidak ditemukan unsur-unsur radikalisme, maka tidak ada alasan untuk menutup pesantren itu. Sebaliknya, radikalisme dalam pondok pesantren harus bisa dicermati berkaitan dengan agama atau tidak.

Jika unsur radikalisme itu berkaitan dengan agama maka kurikulumnya yang harus dibenahi, jadi bukan dengan menutup institusinya, dan kurikulum yang menyimpang ini yang harus diteliti, begitu tegas beliau. Jadinya semestinya pesantren sebagai lembaga, tidak bisa disalahkan begitu saja, akan tetapi yang perlu disalahkan orangnya dan yang paling jauh ajaran atau wawasan yang diduga mendukung tindak kekerasan, jadi bukan dengan membuka dan menutup pesantren.

Dengan demikian diperlukan kearifan dari instansi pemerintah dan aparat keamanan dalam perburuan mereka melawan terorisme, juga diperlukannya kerjasama dengan instansi-instansi yang membidangi masalah agama, khususnya dalam hal ini Depag, agar jangan sampai operasi aparat keamanan ke pesantren kemudian mencoreng nama baik pesantren dimata masyarakat pada umumnya.

Mudahnya Menyusun Skripsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi”.

Saya juga sering mendapat kiriman pertanyaan tentang bagaimana menyusun skripsi dengan baik dan benar. Ada juga beberapa yang menanyakan masalah teknis tertentu dengan skripsinya. Karena keterbatasan waktu, lebih baik saya jawab saja secara berjamaah di sini. Sekalian supaya bisa disimak oleh audiens yang lain.

Karena target pembacanya cukup luas dan tidak spesifik, maka tulisan ini akan lebih memaparkan tentang konsep dan prinsip dasar. Tulisan ini tidak akan menjelaskan terlalu jauh tentang aspek teknis skripsi/penelitian. Jadi, jangan menanyakan saya soal cara menyiasati internal validity, tips meningkatakan response rate, cara-cara dalam pengujian statistik, bagaimana melakukan interpretasi hasil, dan seterusnya. Itu adalah tugas pembimbing Anda. Bukan tugas saya.

Apa itu Skripsi

Saya yakin (hampir) semua orang sudah tahu apa itu skripsi. Seperti sudah dituliskan di atas, skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum “berhak” untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah “belajar meneliti”.

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.

Miskonsepsi tentang Skripsi

Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya “ditujukan” untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata.

Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory.

Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain.

Hal-hal yang Perlu Dilakukan

Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang “bertugas” membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, “mengejar” untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat “ketidakpastian” tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa “pihak ketiga” yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?

Tahap-tahap Persiapan

Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan “ditarik” masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.

Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah “hafal di luar kepala” sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara “baku”. Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

Kiat Memilih Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang “benar-benar membimbing” skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan “melepas” dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.

Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih “enak” kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda.

Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?

Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) dosen senior, dan (2) dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.

Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:

  • Proses bimbingan cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
  • Anda akan kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang tinggi dan jadwal yang sangat padat.

Tapi, keuntungannya:

  • Kualitas skripsi Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
  • Anda akan “tertolong” saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk “membantai” Anda.
  • Dalam beberapa kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.

Sebaliknya, kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak “jaim” dan “sok” kepada mahasiswanya.

Tapi, kerugiannya, Anda akan benar-benar “sendirian” ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan “dihajar” cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.

Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing.

Format Skripsi yang Benar

Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).

Beberapa Kesalahan Pemula

Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I: Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.

Menghadapi Ujian Skripsi

Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah “konfirmasi” atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi

Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?

Rabu, 17 September 2008

Sulitnya Berkata "CUKUP"


"Cukup Itu Berapa?"
Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib.
Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya.
Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya,
sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup".
Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya.
Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu.
Setelah semuanya penuh,
dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana.
Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya,
seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya.
Masih kurang!
Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya.
Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir
hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya
karena dia tak pernah bisa berkata cukup.
Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata "cukup".
Kapankah kita bisa berkata cukup?
Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya.
Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian.
Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.
Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.
Semua merasa kurang dan kurang.
Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata cukup.
Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri.
Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima,
bukan apa yang belum kita dapatkan.
Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri
kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Belajarlah untuk berkata "Cukup"

Aku tak suka bibirku..kurang seksi. Aku ingin seperti Angelina Jolie.

Di saat yang sama seseorang berharap...
Tuhan, berikanlah aku bibir yang normal...


Aku ingin mataku berwarna biru..Akan lebih cantik bila aku punya mata berwarna biru..

Di saat yang sama seseorang berharap..

Tuhan, kenapa kau tidak berikan aku sepasang mata untuk melihat...


Aku oleskan pewarna dan kurawat jari-jariku agar selalu tampil cantik


Di saat yang sama seseorang bersyukur...

Tuhan, kau hanya berikan aku 4 jari, namun aku mensyukurinya. ..


Aku akan ke salon, creambath dan hairspa agar rambutku tampil cantik


Di saat yang sama seseorang menangis..

Tuhan, kenapa aku diberikan kepala dengan ukuran yang berbeda...

Kalau seperti ini, rambut seperti apapun akan terlihat aneh...


Aku mau memutihkan tangan dan kakiku agar tampil lebih cantik seperti artis


Di saat yang sama seseorang bersyukur...

Tuhan, kau tak memberikan aku tangan dan kaki..namun aku bahagia aku masih bisa berkarya...


Sesungguhnya tubuh kita adalah hal yang berharga
Tak peduli apapun warnanya, apapun ukurannya, apapun bentuknya...
Syukurilah itu kawan...

Karena di luar sana masih banyak yang mengharapkan mendapat fisik yang lengkap...
Percayalah, Kau lah ciptaan Tuhan yang terbaik...

Kau yang tampan . . . Kau yang cantik
Syukurilah itu..walaupun itu hanya sementara...

Kawan dengarlah... jutaan orang di luar sana ..
Berharap bisa melihat... Berharap bisa mendengar...
dan berharap bisa berbicara... . Seperti kita....

Kau tak pernah mengerti..
Dan tak kan pernah mengerti...
Sadarlah kawan...
Bahwa sesungguhnya kau tidak kekurangan.. .

Selasa, 16 September 2008

materi_1

STATISTIK
Asal :
Asal statistik dari bahasa Romawi
State Kenegaraan ~ untuk kepentingan negara. ( perhitungan anggaran, pajak dan sensus penduduk )

ARTI :
¨ Ilmu yang mempelajari pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisa data serta penarikan kesimpulan.
¨ Ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan data serta mengambil sifat dari data tersebut

Digunakan dalam bidang : Ekonomi, Pendidikan, kesehatan dll.
Tujuan statistik menggambarkan sifat-sifat variabel suatu penelitian.
Variabel : Suatu hal-hal yang ditata( diamati ) ditekuni untuk suatu fenomena penelitian. dengan syarat :
1. Mengandung suatu agregat ( kumpulan fakta yang diperoleh dari obyek yang diamati )
2. Diperoleh dengan cara menghitung dan mengukur
Memiliki Variabilitas ( Suatu fenomena yang membedakan )
Manfaat/ Kegunaan Statistik
1. Memberi gambaran terhadap suatu obyek yang diamati secara lengkap dan ringkas.
2. Membandingkan kejadian yang satu dengan yang lain dengan beracuan pada waktu dan tempat.
3. Meramalkan kejadian yang sama untuk masa yang akan datang
Ruang lingkup statistik :
1. Statistik Diskriptif/ Statistik Deduktif
¨ Adalah suatu statistik yang berfungsi menggambarkan suatu fenomena atau kejadian-kejadian berdasarkan data yang diperoleh.
¨ Metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga memberikan informasi yang berguna.
2. Statistik Inferensial/ Statistik Induktif
¨ Mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada permasalahan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan gugus data induknya.
¨ Adalah statistik yang berfungsi untuk menaksir suatu populasi dengan menggunakan pembuktian/ pengujian terhadap sempel yang digunakan
Data : berasal dati bahas latin = datum bentuk jamak datum ialah data dalam statistik berarti suatu himpunan angka yang berasl dari pengukuran Individu-individu ( kelompok angka atau bilangan tersebut dikenal sebagai data agregat .
¨ Data agregat adalah data statisyik . Syarat data statistic = data tersebut harus merupakan data agregat yang dapat memberikan gambaran karakteristik dari variable yang diukur.
¨ Fakta yang dinyatakan dalam angka baik diperoleh dengan menghitung maupun mengukur.
Klasifikasi data:
1. data diskrit = data yang diperoleh secara menghitung
berbentuk bilangan bulat ( jumlah orang, rumah, akseptor KB, mobil dsb)
2. data kontinu = data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan alat ukur.( Timbangan berat, Ukuran temperature, ukuran panjang dsb)
3. data kuantitatif = data statistik yang berasal dari hasil mengukur
4. Data kualitatif = data yang didapat dari hasil menghitung suatu sifat( sakit, Gagal, Laki-laki, perempuan, buta huruf )
Menurut sumber data dibagi:
1. data Primer = data yang langsung diperoleh dari subyek penelitian.
2. data sekunder = data yang didapat dari hasil orang lain ( instansi, Kelompok, organisasi dll ) seperti catatan penduduk, registrasi kelahiran dan kematian, jumlah penderita penyakit di Poliklinik.
3. data tertier = data yang didapat dari suatu karangan ilmiah atau laporan yang berupa kesimpulan-kesimpulan.
Fakta = Sesuatu hal yang menjadi kenyataan dan apa yang sebenarnya berlangsung.
VARIABEL
Suatau sifat atau fenomena yang dapat menunjukkan sesuatu yang dapat diamati dan nilainya dapat berbeda-beda. Sedang bagian dari variable adalah sub variable yang disebut atribut
Contoh Variabel = Jenis kelamin, penyakit, pendidikan, golongan pekerjaan.
Contoh atribut = Jenis Kelamin ( laki-laki, perempuan ), Pendidikan ( Buta Huruf, Sekolah dasar, SLTP,SLTA dsb) atribut inilah yang menunjukkan adanya perbedaan nilai dalam variable.
Pengukuran = data yang akan dikumpulkan tergantung dari pada kebutuhan, sebagai data yang berkualitas harus melaui suatu cara pengukuran yang tepat, benar dengan resiko kesalahan yang sekecil-kecilnya.
1. Pengukuran nyata = Tinggi badan, berat badan, umur dsb.
2. pengukuran obyek tidak nyata= Motivasi, Kinerja, Produktivitas dsb itu perlu criteria yang kesemuanya itu hanya berupa asumsi-asumsi.
SKALA
Data yang didapat dari mengukur dengan alat ukur perlu dinyatakan dalam ukuran skala. Skala menunjukkan pengkatagorian data yang dapat memberikan ciri tertentu dari variable yang diamati.
¨ Skala untuk data kuantitatif ialah Skala ratio dan skala interval.
¨ Skala untuk data kualitatif dapat berupa skala nominal dan skala ordinal.
Skala Rasio Mempunyai ciri:
1. Ada beberapa katagori
2. Antara katagori dapat dibedakan
3. Antara katagori dapat diketahui tingkat perbedaannya.
4. Antara katagori dapat diketahui besar kelipatannya.
5. Mempunyai titik nol absolute.
o 0 ~ 4 tahun
o 5 ~ 9 tahun
o 10 ~ 14 tahun dsb.

Skala Interval mempunyai cirri:
1. Ada beberapa katagori
2. Antara katagori dapat dibedakan
3. Antara katagori dapat diketahui tingkat perbedaannya.
4. Antara katagori dapat diketahui besar kelipatannya
o 50 celsius
o 100 celsius
o 150 celsius
Skala Ordinal mempunayai ciri :
1. Ada beberapa katagori
2. Antara katagori dapat diketahui tingkat perbedaannya.
3. Antara katagori tidak dapat diketahui besar perbedaannya.
o Tidak sekolah
o Tingkat SD
o Tingkat SLTP
o Tingkat SLTA
o Dsb.
Skala Nominal mempunyai cirri
1. Ada beberapa katagori
2. Antara katagori tidak dapat diketahui tingkat perbedaannya.
o Laki-laki
o Perempuan
o Pegawai Negeri
o Buruh
o Pegawai Swasta
o TNI, Polri.
POPULASI dan SEMPEL
POPULASI
Keseluruhan semua karakter yang mungkin dari obyek yang lengkap dan jenis yang diteliti ( Populasi tidak hanya pada makluk hidup tapi dapat berupa benda mati ) semua benda baik yang hidup maupun yang mati yang mengalami suatu proses perubahan disebut Populasi. Hasil ukuran dari populasi disebut parameter
Populasi dibagi 2:
1. Populasi yang diketahui jumlahnya (Finit population)
2. Populasi yang tidak diketahui jumlahnya ( Infinit population )
SEMPEL
Sempel : Pengambilan sebagian dari populasi
Elemen/ Unsur Statistik
1. Pengumpulan data,pengolahan data
2. Analisa ,Penyajian
3. Interprestasi data
4. Menarik kesimpulan
5. Pengambilan keputusan.

Senin, 15 September 2008

5 Tipe Karyawan di Kantor Kita

Pengklasifikasian karyawan & pejabat kantor ini diekati dengan istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini samasekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita karenamakna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana & akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur & menilai diri sendiri.

(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)

1. Karyawan / Pejabat "Wajib"

Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.

  • Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
  • Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat & bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
  • Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia & senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak & pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman & nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya

2. Karyawan / Pejabat "Sunnah"

Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah : kehadiran & keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan.. Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam. Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu & bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus & sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.

3. Karyawan / Pejabat "Mubah"

Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah : ada & tiadanya sama saja. Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, & kepergiannya pun tak terasa kehilangan. Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan & hal produktiflainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajarilatar belakang & penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.

4. Karyawan / Pejabat "Makruh"

Ciri dari karyawan & pejabat kelompok ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah. Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja & suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman & kenyamanan kerjaserta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada. Misalkan dari penampilan & kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas & pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.

5. Karyawan / Pejabat "Haram"

Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan & ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.Orang tipe ini adalah manusia termalang & terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.,Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker". Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...? Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri & mempersembahkan yang terbaik & yang bermanfaat bagi dunia & akhirat nanti. Jadilah manusia yang "wajib ada". Semoga! K.H. Abdullah Gymnastiar
dari uraian di atas bisa kita melihat
kita termasuk type apa
dan bagaimana kita bersikap